Perizinan Kepemilikan Properti Orang Asing Belum Memuaskan
beritabekasi
Berkenaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 mengenai kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dinilai masih belum memuaskan.
Hal ini jika dibandingkan dengan regulasi yang sama di negeri jiran misalnya di negara Malaysia dan Singapura, beleid baru yang di tandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (22/12/2015) tersebut dianggap masih tertinggal jauh.
Ketua DPD REI Batam Djaja Roeslim mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah tersebut masih ada beberapa kelemahan, terutama pada batasan waktu kepemilikan.
Adapun masa kepemilikan yang diberikan berdasarkan PP hanya dalam jangka waktu 30 tahun dan bisa diperpanjang selama 20 tahun, serta dapat diperbarui 30 tahun lagi. Itu artinya masa kepemilikan sama dengan 80 tahun, " tutur Djaja.
Disini perlu diketahui bahwa Peraturan Pemerintah ini telah mencantumkan perizinan Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai yang dapat dimiliki Orang Asing diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, dan bisa diperpanjang selama jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
Mengenai berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang dimaksud disini adalah Hak Pakai dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Sedangkan untuk Rumah Tunggal di atas lahan Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai sesuai dengan perjanjian sebagaimana dimaksud diberikan Hak Pakai dalam masa jangka waktu yang telah disepakati dan tidak boleh lebih lama dari 30 (tiga puluh) tahun.
Hak Pakai bisa diperpanjang dalam jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun dan berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah, serta bisa diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan berdasarkan dengan kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah.
Bisa dibandingkan dengan regulasi negara Singapura dimana memberikan Orang Asing untuk memiliki hunian selama "hayat dikandung badan" yaitu 99 tahun di daerah strategis, dan 999 tahun untuk di luar daerah strategis atau suburban.
Hal ini artinya negara Singapura menawarkan Orang Asing untuk mempunyai properti secara freehold,"jelas Djaja.
Sedangkan negara Malaysia menurut Djaja mempunyai program yang dinamakan "Malaysia My Second Home". Program ini di-bundling dengan pemberian visa tinggal yaitu selama 10 tahun menetap di sana.
Negara Indonesia, menurut Djaja, seharusnya bisa mencabut batasan-batasan tersebut. Sebab, pasar tidak akan teertarik apabila batasan tersebut masih diberlakukan.
Terlebih bagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah berlaku. Bisa dikatakan negara kita ketinggalan dalam layanan jasa, kualitas sumber daya manusia, juga regulasi yang tidak kondusif. Indonesia masih ketinggalan jauh di belakang Singapura dan Malaysia," ujar Djaja.
Sumber : Kompas
Usu inani perfecto quaestio in, id usu paulo eruditi salutandi. In eros prompta dolores nec, ut pro causae conclusionemque. In pro elit mundi dicunt. No odio diam interpretaris pri.