Pembangunan Rumah Murah Di Papua Mengalami Kendala
pilihgriya
Pembangunan untuk hunian murah banyak mengalami kendala dikarenakan luasnya wilayah Indonesia berbeda-beda sehingga menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan perumahan. Di ukur dari letak geografis juga kesiapan infrastrukturnya selalu menjadi kendala di lapangan.
Menurut Maria Nelly Suryana, Ketua REI Papua, pembangunan perumahan di wilayah Papua cukup banyak mengalami kendala terutama didalam mewujudkan pembangunan sejuta rumah di wilayah Papua. Kendala yang dihadapi seperti untuk jaringan listrik hal ini disebabkan PT. PLN membatasi sambungan baru bagi rumah-rumah murah yang dibangun oleh para pengembang. Jika tidak ada listrik lalu siapa yang mau membeli rumah terbut mengingat listrik adalah merupakan salah satu faktor utama dalam kehidupan sehari-hari.
Maria juga mengatakan alasan PT. PLN membatasi sambungan itu disebabkan adanya kuota subsidi BBM untuk bahan bakar listrik di Papua dikurangi oleh pihak pusat. Maria berpendapat bahwa pelayanan listrik di Papua jika dibandingkan dengan keadaan sekarang masih lebih baik beberapa tahun lalu.
Dahulu sambungan listrik di Papua lebih terjamin, bahkan PLN juga telah menyediakan jaringannya masuk sampai ke dalam perumahan. Namun saat ini kuota sudah dibatasi, jaringan ke dalam juga harus dari kita sendiri yang sediakan. Oleh karena itu progres sejuta rumah di kota Papua sangat terhambat sedangkan target yang diharapkan adalah membangun sebanyak 2.200 unit namun saat ini baru 600 unit yang sudah akad. Sementara untuk beberapa kota seperti Sentani, Jayapura, Merauke, Wamena, Timika, dan Biak, mempunyai kebutuhan akan hunian yang cukup tinggi.
Permasalahan yang dihadapi oleh para pengembang didalam membangun perumahan murah di Papua tidak hanya terletak pada itu saja namun masih ada hal terkait lainnya yang cukup menghambat progres pembangunan tersebut yaitu mengenai Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No. 25 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman.
Pada dasarnya peraturan pemerintah ini di Papua tidak bisa diterapkan oleh sebab itu Pemda berinisiatif untuk tetap memberlakukan Perda lama. Peraturan Perda tersebut sebenarnya memberatkan pengembang dimana lebar jalan yang dibangun minimal harus delapan meter, hal ini sangat tidak cocok untuk rumah murah di wilayah Papua.
Masih ada lagi yang menghambat pembangunan murah di wilayah Papua ini yakni para Pengembang mengalami kesulitan dengan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh pihak bank. BTN sebagai penyalur utama KPR menengah bawah dan rumah bersubsidi (KPR FLPP) minta ada collective payroll di bank bersangkutan. Disamping itu juga Bank Tabungan Negara (BTN) telah memberlakukan uang muka sebesar 1 persen. Hal ini cukup sulit sebab Pemda juga mensyaratkan harus melalui Bank Papua. Bukan hanya itu uang muka serta biaya lain-lain termasuk pajak juga cukup memberatkan konsumen.
Sumber : Housingestate
Usu inani perfecto quaestio in, id usu paulo eruditi salutandi. In eros prompta dolores nec, ut pro causae conclusionemque. In pro elit mundi dicunt. No odio diam interpretaris pri.