Revisi Pajak Barang Mewah dinilai memberatkan sektor properti
rumah mewah - interiorrumahku
Kebijakan pengenaan pajak barang mewah terhadap properti dinilai semakin memberatkan industri properti, terutama untuk kalangan menengah. Seperti dari pihak Persatuan Real Estate Indonesia (REI) meminta revisi atas peraturan pajak properti yang digolonggkan barang sangat mewah dan kebijakan mengenai PPnBM.
Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan menyiapkan revisi PPh 22 terkait transaksi barang yang tergolong sangat mewah. Menyikapi kebijakan tersebut, Eddy Hussy, Ketua Umum REI pemerintah harus memiliki pertimbangan tepat agar aturan tersebut bisa diimplementasikan dengan baik tapi juga menjaga sektor properti tetap bertumbuh. Demikian dikatakannya di dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (27/01).
Dengan kebijakan tersebut, sektor properti bisa tertekan karena dibebani berbagai macam pajak. Untuk kategori barang mewah bisa terkena pajak sampai 45%. Pajak tersebut dari PPn 10%, PPh5%, PPnBM 20%, Pajak Sangat Mewah 5% dan BPHTB sebesar 5%. Rincian pajak tersebut belum dari pajak yang ditanggung oleh pengembang sebelumnya, seperti pajak kontraktor, akuisisi lahan dan sertifikan induk.
Wacana revisi tersebut adalah perubahan ketentuan pengelompokkan barang Sangat Mewah yang dalam kategori Rp 10 miliar keatas atau tanah lebih dari 500 m2 menjadi diturunkan menjadi Rp 2 miliar atau luas tanah lebih dari 400 m2.
Menurut Eddy, patokan tersebut sangat tidak mungkin, dengan harga jual rumah tapak sebesar Rp 5 juta perm2 sudah dikategorikan barang Sangat Mewah. Patokan harga minimum dalam kategori barang sangat mewah hanya berbeda tipis dengan harga pasaran rumah susun untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Usul REI
Dari pihak REI, demi meningkatkan penerimaan negara dari sektor industri properti, Eddy mengusulkan beberapa langkah yang bisa digunakan. Yang pertama Pemerintah harus dapat mengakomodasi transaksi REIT (Real Estate Investment Trust). Tujuannya mendatangkan investor dan dana segar sehingga menambah penerimaan pajak.
Kedua Memanfaatkan kepemilikan properti dari WNA dan kalangan Ekspatriat. Pemerintah bisa mematok harga jual minimal unit properti yang boleh dibeli WNA dan besaran pajak untuk kalangan WNA.
Menurut Eddy lagi, disamping mendorong peningkatan penerimaan negara, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah jangan justru melemahkan sektor properti. Dengan prelambatan pada tahun 2014 dan akan berlanjut pada tahun ini. Jika ini semakin ditekan, bisa-bisa berdampak terhadap sektor lainnya.
Sumber : beritasatu, okezone, medanbisnisdaily
Usu inani perfecto quaestio in, id usu paulo eruditi salutandi. In eros prompta dolores nec, ut pro causae conclusionemque. In pro elit mundi dicunt. No odio diam interpretaris pri.