Jabodetabek 3 Besar Megapolitan Setelah Tokyo dan New York
Sebuah wilayah yang dinilai sebuah kota adalah pusat pertumbuhan yang mampu menggerakan perekonomian. Jika segala sarana dan prasarana serta infrastruktur tidak mampu menggerakan perekonomian, maka perkembangan akan lambat dan menjadi kumuh. Demikian disampaikan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, di Universitas Indonesia, Depok, belum lama ini.
Konsep megapolitan menurutnya menjadi tantangan utama sebuah perkotaan. Pertumbuhan penduduk selama 4 dekade terakhir semakin pesat, selain urbanisasi, kemiskinan dan kesenjangan infrastruktur serta degradasi kualitas lingkungan tentunya.
Menurutnya, bukan hanya Jakarta saja yang dulu dimulai dari Sunda Kelapa dengan penduduk masih 500 ribu sekarang 10 juta.
"Depok juga bagian dari metropolitan Jakarta. 30 juta di Jabodetabek penduduknya. Ini tekanan bukan main. Megapolitan isu yang harus disikapi dan segera diwujudkan," tegasnya.
Hermanto mencontohkan, konsep kota megapolitan yang paling besar adalah Tokyo Yokohama. Setelah itu baru disusul dengan Jabodetabek.
"New York saja masih di bawah kita. Akan terus tumbuh, tumbuh bukan main. Penduduk perkotaan rata - rata sudah maju. Tantangannya juga angkutan umum makin sedikit tetapi mobil pribadi makin banyak," tegasnya.
Dia menyebutkan tahun 2010 angka sepeda motor di Jabodetabek sebesar 48 persen sementara angkutan umum hanya 12 persen. Hal itu menjadi paradoks yang harus diselesaikan.
"Dalam UU Tata Ruang 2007, dan Tata Ruang Jabodetabek yang diatur dalam PP. Bahwa kawasan Megapolitan ada pusat untuk kegiatan nasional, ada pusat untuk wilayah, pusat dan lokal. Hirarki diarahkan di penatan ruang, supaya tumbuh baik, sesuai daya tampungnya. Agar bisa survive. Bodetabek itu kota satelit Jakarta," tandasnya. (rhs)
Sumber : Okezone
Usu inani perfecto quaestio in, id usu paulo eruditi salutandi. In eros prompta dolores nec, ut pro causae conclusionemque. In pro elit mundi dicunt. No odio diam interpretaris pri.