Resiko Beli Properti Yang Belum Di Bangun
kaskus
Membeli properti harus hati-hati jangan gegabah. Sekarang ini banyak sekali kejadian ataupun kasus-kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh pengembang, seperti PT Majestic Land, terhadap konsumen apartemen dan kondotel M-Icon, di daerah Sleman, Yogyakarta, dan hal ini bukanlah yang kali pertama terjadi.
Sejak lama kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di beberapa kota di Indonesia. Salah satu kasus yang sempat menjadi pusat perhatian pbulik adalah kasus yang melibatkan PT Bukit Sentul Tbk dengan konsumen Bukit Sentul dan PT Mitra Safir Sejahtera (MSS) dan dengan konsumen Kemanggisan Residences.
Terlepas dari kasus tersebut, Sudaryatmo Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menghimbau kepada konsumen supaya lebih berhati-hati jika ingin membeli properti sebaiknya perhatikan aspek legalitas pengembang, pembebasan dan penguasaan lahan serta perizinan prinsip ataupun perizinan teknis sebelum memutuskan membeli properti.
Sudaryatmo mengatakan pada umumnya konsumen mudah tergiur dengan janji-janji manis para pengembang yang menawarkan diskon harga besar-besaran, pemberian hadiah berupa barang, atau bahkan janji kemudahan pembayaran (cicilan dan tunai bertahap tanpa bunga).
Dampak dari mudah percayanya dan muda tergiur oleh iming-iming pengembang , konsumen dengan mudah mau saja mengeluarkan sejumlah uang begitu saja, sedangkan pengembang belum tentu telah memenuhi kewajiban dalam hal pembebasan lahan ataupun menguasai lahan tersebut guna untuk memenuhi perizinan dalam membangun properti.
Oleh karena itu sebaiknya konsumen jangan membeli properti yang belum dibangun di khawatirkan sudah berkhayal punya rumah idaman namun konsumen malah rugi, uang sudah keluar sedangkan properti yang dijanjikan tidak kunjung dibangun.
Berdasarkan banyaknya kasus yang melibatkan pengembang dan konsumen, Presiden Direktur Keller Williams Indonesia Tony Eddy,mengatakan bahwa saat ini waktunya pemerintah meregulasi tata cara pembelian properti terutama di pasar perdana (primary market). Hal ini sangat penting mengingat tidak sedikit pembeli yang tertipu dengan janji-janji manis para pengembang properti nakal.
Bisa kita contoh bahwa di negara maju, dana yang diterima dari pembeli properti di pasar perdana akan ditampung di rekening escrow pada bank resmi, dan hanya boleh dicairkan ke pengembang ketika property telah rampung bangun, jelas Tony. Pencairan dana juga tidak boleh semuanya jadi masih harus disisakan 10 persen selama setahun hal ini supaya ada jaminan jika bangunan yang diserahkan itu rusak dan perlu untuk direnovasi.
Dengan cara seperti ini maka pembeli dapat terlindungi dari praktek nakal pengembang yang hanya ingin meraup uang konsumen sebagai dana murah tanpa bunga dan tanpa agunan.
Kasus seperti ini, menurut Tony secara tidak langsung konsumen bertindak sebagai pihak kreditur kepada pengembang. Meskipun sebenarnya, risiko yag ditanggung konsumen jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pengembang wanprestasi.
Oleh sebab itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan YLKI harus bekerjasama untuk meluruskan tata cara pembayaran pembelian properti yang adil dan melindungi para konsumen, jelasnya..
Kasus pembelian kondotel seperti M-Icon, dimana konsumen dijanjikan garansi hasil sewa kepada pembeli. Hal ini menimbulkan banyak sekali terjadi ketidakadilan dan penipuan.
"Selayaknya penjualan kondotel yang menjanjikan garansi sewa itu dimonitor oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan YLKI, dengan demikian akan lebih transparan dan dari sisi konsumen akan merasa lebih aman dalam berinvestasi, ujar Tony.
Sumber: Kompas
Usu inani perfecto quaestio in, id usu paulo eruditi salutandi. In eros prompta dolores nec, ut pro causae conclusionemque. In pro elit mundi dicunt. No odio diam interpretaris pri.